Mahar atau mas kawin dalam ajaran Islam merupakan hak calon mempelai wanita dan bukan hak wali. Oleh karena itu, besar kecilnya mahar ditentukan oleh wanita bukan oleh walinya. Namun, tidak mengapa apabila si wanita tersebut berunding dengan walinya untuk menentukan berapa besarnya mas kawin. Meski demikian, keputusan terakhir tetap di tangan si wanita. Apabila si wanita menentukan jumlah mahar terntentu kemudian si wali juga menentukan jumlah tertentu, maka yang diambil adalah ucapan si wanita. Oleh karena mahar adalah hak si wanita, maka si wali ataupun yang lainnya tidak boleh mengambil seluruh atau sebagian jumlah mahar tersebut tanpa ada izin dari si wanita. Oleh karena itu, ulama Syafi'iyyah dan Hanabilah berpendapat bahwa seorang suami tidak boleh membayar mahar kecuali kepada isterinya atau kepada orang yang diwakilkan oleh isterinya.
Di antara dalil bahwa mahar itu adalah hak si calon mempelai wanita adalah:
ﺎًﺌﻳِﺮَﻣ ﺎًﺌﻴِﻨَه ُﻩﻮُﻠ ُﻜَﻓ ﺎًﺴْﻔَﻥ ُﻪْﻨِﻣ ٍءْﻲَﺵ ْﻦَﻋ ْﻢُﻜَﻟ َﻦْﺒِﻃ ْنِﺈَﻓ ًﺔَﻠْﺤِﻥ ﱠﻦِﻬِﺗﺎَﻗُﺪَﺹ َءﺎَﺴﱢﻨﻟا اﻮُﺗاَءَو
Artinya: "Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan
penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya" (QS. An-Nisa: 4).
ًﺔَﻀﻳِﺮَﻓ ﱠﻦُهَرﻮُﺟُأ ﱠﻦُهﻮُﺗﺂَﻓ ﱠﻦُﻬْﻨِﻣ ِﻪِﺑ ْﻢُﺘْﻌَﺘْﻤَﺘْﺱا ﺎَﻤَﻓ
Artinya: "Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban" (QS. An-Nisa: 24).
https://id-id.facebook.com/notes/panduan-pernikahan-dalam-islam/penjelasan-lengkap-seputar-maharmas-kawin-part-1-pra-nikah-/127097107344634
0 komentar:
Post a Comment